Selasa, 24 April 2012

“MALU” PELAJARAN DARI PARA NABI

Wednesday, 04 April 2012 08:38

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُولَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ "
Telah bersabda Rosulallah SAW : sesunggunya diantara yang manusia temukan dari ajaran kenabian terdahulu adalah ; “apabila kamu tidak malu , berbuatlah sesukamu” (HR: Bukhori dari Abu Mas’ud. No 6120)

Hadits yang ditegaskan Nabi SAW sebagai ajaran para Nabi sejak lama ini , memilki tiga makna :

Pertama, Jika anda memang tidak punya malu, silahkan perbuat apa saja sesuka anda, toh anda sendiri yang akan merasakannya. Pemaknaan seperti ini adalah pemaknaan Tahdid dan Wa’id; Perintah yang bermakna ancaman dan  peringatan. Sama dengan firman Allah SWT :

فَاعْبُدُوا مَا شِئْتُمْ مِنْ دُونِهِ
Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia .. (QS : Azzumar : 15)

Perintah ini bukanlah menurut arti yang sebenarnya, tetapi sebagai pernyataan kemurkaan Allah SWT terhadap kaum musyrikin yang telah berkali-kali diajak kepada tauhid tetapi mereka selalu ingkar. Hal yang sama juga berlaku pada firman Allah SWT yang ditujukan kepada orang-orang yang selalu mengingkari ayat-ayat Allah SWT :

اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِير
…Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia maha melihat apa yang kamu kerjakan (QS : Fushilat : 40)

Kedua, perintah dalam hadits diatas hakikatnya bermakna berita, yaitu sebagai sebuah berita dari Nabi SAW bahwa orang-orang yang tidak mempunyai malu akan berbuat apa saja semaunya, tidak jauh berbeda dengan hadits Nabi SAW berikut ini :

وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّار
Barang siapa yang berdusta atas namuku, bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di Neraka (HR : Bukhori. Dari Abi Hurairoh. No 110)

Maksud hadit diatas bukan perintah biasa, melainkan sebagai berita bahwa siapa yang berdusta mengatasnamakan Nabi SAW akan masuk Neraka.

Ketiga, sebagaimana dikemukakan oleh Imam Nawawi ,perintah Nabi SAW diatas merupakan isyarat yang jelas bahwa malu adalah standar kebaikan. Yaitu jika untuk melakukan suatu pekerjaan kita tidak merasa malu ,maka kerjakanlah karena pekerjaan itu pasti baik, dan jika  pekerjaan itu jelek kita pasti malu untuk mengerjakannya. Imam Nawawi menjelaskan lebih lanjut , hal itu disebabkan pekerjaan yang wajib dan sunah tentu malu untuk ditinggalkan, sedangkan pekerjaan yang haram dan makruh tentu malu untuk dikerjakan. Jadi kalau kita tidak merasa malu untuk mengerjkannya, kerjakanlah karena pasti pekerjaan itu tidak haram dan tidak makruh. Kalau tidak wajib dan sunnah, maka pasti itu mubah.

Penjelasan Ibnu Hajar terkait pernyataan Busyair bahwa ada malu yang mengantarkan seseorang pada kejelekan, menemukan pembenarnya dalam hadits riwayat Bukhori. Dalam kitab shohihnya , Imam Bukhori mencantumkan satu bab yang berjudul “Tidak boleh merasa malu dari kebenaran, agar bisa tafaqquh fiddin” yang kemudian beliu memasukkan kedua riwayat berikut ini dalam bab tersebut :

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: جَاءَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَحِي مِنَ الحَقِّ، فَهَلْ عَلَى المَرْأَةِ غُسْلٌ إِذَا احْتَلَمَتْ؟ فَقَالَ: «نَعَمْ، إِذَا رَأَتِ المَاءَ»
Dari Ummu Salamah ra, berkata : Ummu Sulaim datang kepada Rosulallah SAW lalu berkata : wahai Rosulallah sesungguhnya Allah tidak malu dari kebaikan. Apakah wanita juga harus mandi apabila ia ihtilam (mimpi basah)? Nabi SAW menjawab : ya, apabila ia melihat air mani. (HR : Bukhori . no 6121)

قَالَ اِبْنُ عُمَرَ :قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَثَلُ المُؤْمِنِ كَمَثَلِ شَجَرَةٍ خَضْرَاءَ، لاَ يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَلاَ يَتَحَاتُّ» فَقَالَ القَوْمُ: هِيَ شَجَرَةُ كَذَا، هِيَ شَجَرَةُ كَذَا، فَأَرَدْتُ أَنْ أَقُولَ: هِيَ النَّخْلَةُ، وَأَنَا غُلاَمٌ شَابٌّ فَاسْتَحْيَيْتُ، فَقَالَ: «هِيَ النَّخْلَةُ» وَعَنْ شُعْبَةَ، حَدَّثَنَا خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ: مِثْلَهُ، وَزَادَ: فَحَدَّثْتُ بِهِ عُمَرَ فَقَالَ: لَوْ كُنْتَ قُلْتَهَا لَكَانَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ كَذَا وَكَذَا
Ibnu Umar ra berkata : bersabda Nabi SAW :” Perumpamaan seorang mu’min itu seperti sebuah pohon hijau yang tidak berguguran daunnya dan tidak mengering”, orang-orang waktu itu menebak pohon ini, pohon itu, aku ingin sekali menjawab bahwa pohon itu pohon kurma, tetapi Karen aku masih muda belia aku pun malu . dan ternyata beliau menjawab : Pohon kurma. (Riwayat Syu’bah , dari Khubaib ibnu Abdurrahman , dari Hafs ibnu ‘Ashim , dari Umar , seperti diatas tetapi ada tambahan) aku lalu menceritakannya kepada Umar , ia pun berkata : “sesungguhnya saja kamu berani mengatakannya tentu lebih aku sukai daripada ini dan itu (menurut Ibnu Hajar yang dimaksudnya waktu itu adalah lebih baik daripada unta merah)” (HR : Bukhori . no 6122)

Artinya Imam Bukhori hendak memberitahukan kepada kita bahwa jika ada diantara kita yang enggan atau malas memperdalam agama dengan alasan malu, maka itu bukan haya’(malu) , yang dimaksudkan Nabi SAW, justru berdasarkan konsep haya’ seperti disinggung diatas, orang tersebut sebenarnya adalah orang yang tidak punya malu. Seharusnya ia bersemangat memperdalam ilmu agama, ini malah enggan dan malas. Tidak punya malu !.

sumber : http://www.fiqhsunnah.com/akhlaq/malu-pelajaran-dari-para-nabi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar