Selasa, 29 November 2011

Do'a pada tiap-tiap gerakan wudhu'

1. Doa membasuh dua telapak tangan:
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ اْلمَاءَ طَهُوْرًا
Artinya: Dengan nama Allah yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang. Segala Puji bagi Allah yang menjadikan air itu suci.

2. Doa ketika berkumur:
اَللَّهُمَّ اَسْـقِـنِى مِنْ حَوْضِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَأْسًا لاَ أَظْمَأُ بَعْدَهاَ أَبَدًا
Artinya: Ya Allah, curahkan segelas air dari telaga Nabimu Muhammad SAW yang tidak akan kehausan setelah itu selama-lamanya.

3. Doa membasuh hidung:
اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنِى رَائِحَةَ جَـنَّتِكَ 
Ya Allah, janganlah Engkau haramkan aku mencium harumnya surgaMu.

4. Doa ketika membasuh muka:
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ
Artinya: Ya Allah! beri cahaya di wajahku pada hari bercahaya.

5.Doa saat mencuci tangan kanan:
اَللَّهُمَّ اَعْطِنِى كِتاَبِى بِيَمِيْنِى وَحَاسِبْنِى حِسَاباً يَسِيْرًا
Artinya: Ya Allah! berikanlah kepadaku kitabku dari sebelah kanan dan hitunglah amalanku dengan perhitungan yang mudah.

 Doa saat mencuci tangan kiri:
اَللَّهُمَّ لاَ تُعْطِنِى كِتاَبِى مِنْ يَساَرِىْ وَ لاَ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِىْ
Artinya: Ya Allah! aku berlindung denganMu dari menerima kitab amalanku dari sebelah kiri atau dari sebelah belakang.

6. Doa saat membasahi kepala:
اَللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ مِنَ النَّارِ وَاَظِلَّنِي تَحْتَ عَرْشِكَ يَوْمَ لاَ ظِلَّ اِلاَّ ظِلُّكَ
Artinya: Ya Allah, haramkan rambutku dan kulitku dari neraka dan lindungilah aku dari ArsyMu pada hari tidak ada perlindungan kecuali perlindunganMu.

7. Doa membasuh dua telinga:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ اْلقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ
Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengarkan kata dan mengikuti sesuatu yang terbaik.

8. Doa saat membasuh dua telapak kaki:
اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمَّي عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيْهِ اْلاَقْدَامُ
Artinya: Ya Allah, mantapkan kedua kakiku di atas titian (shirothol mustaqim) pada hari dimana banyak kaki-kaki yang tergelincir.

9. Doa setelah berwudhu :
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنَ اْلمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
Artinya: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, tiada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu hamba dan utusanNya. Ya Allah! Jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bersuci dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang soleh.

dikutip : www.suaramedia.com

Minggu, 27 November 2011

Menyikapi Tahun baru Hijriyah

           Didalam tahun baru hijriah ini selayaknya, kita sebagai muslim yang taat, mengintrospeksi diri dengan semua apa-apa yang telah kita perbuat. Dan memilih semua bentuk amalan yang baik untuk tetap kita pertahankan dan kita tingkatkan porsi amalan yang baik untuk kita kerjakan. Dan meninggalakan semua perbuatan yang tidak bermanfaat, baik untuk diri kita ataupun orang sekitar kita. Sebentar lagi kita akan memasuki tahun baru hijriah, tepatnya kita akan memasuki bulan muharram. Yang berarti kita akan meninggalkan tahun lalu, dan memasuki tahun baru hijriah, yakni tahun baru 1433 hijriah. Adalah tahun baru hijriah, yang mana penyambutan tahun baru ini tidak selayaknya seperti orang-orang non muslim merayakan tahun baru miladiyahnya.
Didalam tahun baru hijriah ini selayaknya, kita sebagai muslim yang taat, mengintrospeksi diri dengan semua apa-apa yang telah kita perbuat. Dan memilih semua bentuk amalan yang baik untuk tetap kita pertahankan dan kita tingkatkan porsi amalan yang baik untuk kita kerjakan. Dan meninggalakan semua perbuatan yang tidak bermanfaat, baik untuk diri kita ataupun orang sekitar kita.
Didalam tahun baru ini, kita senantiasa berusaha untu menjadi hamba Allah SWT yang taat akan perintahnya, dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhi segala larangannya. Dan bukanlah Allah SWT telah berfirman bahwa manusia adalah hambanya yang memiliki tugas untuk beribadah. Kalaulah ditahun-tahun lalu kita masih sering melakukan berbagai kekurangan, maka marilah kita kejar kekurangan-kekurangan itu dengan semangat memperbaiki diri menuju kesempurnaan, baik itu dalam beribadah, bekerja, bermasyarakat, dan berkreasi.
Dan jika dimasa-masa lalu masih banyak berbagai kemaksiatan yang kita lakukan, maka marilah kita ganti kemaksiatan itu dengan semangat memprbanyak amalan-amalan saleh. Kapan lagi kita memperbaiki diri, kalau bukan dimulai dari sekarang? Dan pantaskah kita menundanya? Padahal kita tidak tahu kapan kehidpan didunia ini berakhir?. Dan juga ingatlah!.......bahwa Allah SWT tidak menjadikan kehidupan didunia ini abadi, firmannya dalam alqur'an, surat al-anbya 34-35 : Artinya : Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu Muhammad, maka jika kalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap bernyawa akan merasakan mati, kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kepada kamilah kamu sekalian dikembalikan. Ayat diatas sungguh sangat jelas menerangkan, bahwa kehidupan didunia ini tidak kekal, dan semua yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.
Jika demikian untuk apalagi kita berlama-lama dalam kubangan kemaksiatan, dan untuk apalagi kita menunggu hari esok untuk berbuat amalan soleh. Dan bukankah kita sudah tahu bahwa ajal manusia adalah rahasia Allah SWT semata. Firmannya dalam al-Qur'an menyatakan: Artinya : Tiap-tiap umat memiliki batasan waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak akan mengundurkannya barang sesaatpun, dan tidak dapat pula memajukannya?. Dengan ayat ini kita dapat memahami bahwa umur kita akan terus berjalan seiring jarum jam berputar, dan kesempatan? tidak akan pernah mengiringi putaran jarum jam, dan yang pasti kesempatan itu? tidak akan pernah ada untuk kedua kalinya. Ini berarti umur kita bukannya semakin bertambah, tetapi sebaliknya dari tahun ketahun umur kita semakin berkurang.
Oleh sebab itu marilah kita isi hidup kta ini dengan memperbanyak amalan soleh, belajar dengan giat, bekerja dengan ikhlas, dan beribadah dengan hanya mengharap ridho Allah SWT semata. Sekarang kita masih hidup, tetapi siapa tahu beso pagi kita akan mati. Sekarang kita masih dapat menikmati tahun baru hijriah, tetapi siapa tahu tahun depan kita akan mati.
Adalah satu riwayat yang menceritakan tentang anak Umar bin khotob, kembali pulang dari sekolahnya sambil menghitung tambalan-tambalan yang melekat dibajunya yang sudah usang dan jelek. Dengan rasa kasihan umar sang Amirul muminin sebagai ayahnya mengirim sepucuk surat kepada bendaharawan negara, yang isinya minta agar beliau diberi pinjaman uang sebanyak 4 dirham, dengan jaminan gajinya bulan depan supaya dipotong. Kemudian bendaharawan itu mengirim surat balasan kepada umar, yang isinya demikian : wahai umar adakah engkau telah dapat memastikan bahwa engkau akan hidup sampai bulan depan?, Bagaimana kalau engkau mati sebelum melunasi hutangmu? Membaca surat bendaharawan itu, maka seketika itu juga umar tersungkur menangis, lalu beliau menasehati anakanya dan berkata : Wahai anaku, berangkatlah kesekolah dengan baju usangmu itu sebagaimana biasanya, karna akau tidak dapat memperhatikan umurku walaupun untuk satu jam.? Sungguh, batasan umur manusia tidak ada yang mengetahuinya, kecuali hanya Allah SWT semata.
Oleh karna keterbatasan tersebut, dan karna rahasia Allah SWT semata, maka marilah kita pergunakan kesempatan hidup ini dengan meningkatkan taqwa kita kepadanya dan menambah semangat beramal ibadah yang lebih besar lagi. Kembali kepada masalah introspeksi diri dalam menyambut tahun baru hijriah, adalah sangat-sangat perlu bagi kita untuk berkaca diri, menilai dan menimbang amalan-amalan yang telah kita perbuat, penilaian dan penimbanagan ini bukan hanya untuk mengetahui seberapa besar perbuatan kita. Tapi itu semua dilakaukan untuk mengendalikan semua bentuk amalan perbuatan yang hendak kita laukakan dengan penuh pikiran, pertimbangan, dan pertanggung jawaban. Sebab dan terkadang manusia yang tidak pernah bercermin diri bagaikan binatang liar yang terlepas dari jeratan, ia akan berlari dengan sekencang-kencangnya dan melompat dengan sekuat tenaga tanpa menghiraukan kalau itu akan mebahayakannya kembali. Manusia yang demikian akan berbuat sekehendak hatinya, tanpa berpikir dan pertimbangan, yang pada akhirnya ia akan terjatuh ditempat yang sama dan meratapi perbuatannya dengan berulang-lang kali, sungguh malang nasibnya jika setiap tahun ia harus terjatuh dan terjatuh lagi ditempat yang sama.
Ada satu sabda nabi yang mengutarakan tentang perbuatan yang tercela, adalah sebagai berikut : Artinya : Tanda kecelakaan itu ada empat:
1. Tidak mengingat ingat dosa yang telah lalu, padahal dosa-dosa itu tersimpan disisi Allah SWT .
2. Menyebut nyebut segala kebaikan yang telah diperbuat padahal siapa pun tidak tahu apakah kebaikan kebaikan itu diterima atau ditolak.
3. Memandang orang yang lebih unggul dalam soal duniawi.
4. Memandang orang yang lebih rendah dalam hal agama. Allah SWT berfirman, aku menghendaki dia sedang dia tidak menhendaki diriku, maka dia aku tinggalkan.? Sungguh sangat malang dan tiada ungkapan bagi manusia yang ditinggalkan sang kholiq. Akan tetapi Allah SWT , maha bijaksana, sehingga ia tidak menghendaki hamba-hambanya terjerumus dalan kehancuran. Akan tetapi Allah SWT memberikan tuntunan hidup yang berupa agama Islam, yang didalamnya terdapat ajaran-ajaran yang menuju kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Oleh sebab itu berbahagialah bagi mereka yang memperoleh nikmat umur yang panjang dan mengisinya dengan amalan-amalan yang baik dan perbuatan-perbuatan yang bijak. Rasulullah SAW bersabda : Artinya : Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya? ( HR Ahmad)? Adalah suatu tindakan yang bijak, jika manusia berbuat salah kemudian ia sadar dan memperbaiki kesalahannya dengan berbuat amalan yang baik dengan komitmen tidak akan mengulangi kesalahannya itu.
Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa :
1. Sebagai muslim yamg taat dengan ajaran tuhannya, hendaklah kita menyambut tahun baru hijriah ini dengan berbuat dan memperbaiki amalan-amalan kita ditahun lalu.
2. Dan hendaklah menyambut tahun baru ini dengan tidak seperti non muslim merayakan tahun baru miladiyahnya.
3. Hidup manusia semakin hari semakin berkurang, maka layaknya manusia yang taat pada tuhannya haruslah ia mempergunakan kesempatan hidupnya didunia ini dengan sebaik mungkin. Karna memang ajal manusia rahasia tuhan, dan jarum jam tidak akan pernah berbalik arah sudah sepantasnyamanusia itu memperbaiki dirinya.
Wallahu A'lam
Andi Iswandi

Bulan Muharram

Alhamdulillah, saat ini kita telah berada di bulan Muharram. Mungkin masih banyak yang belum tahu amalan apa saja yang dianjurkan di bulan ini, terutama mengenai amalan puasa. Insya Allah kita akan membahasnya pada tulisan kali ini. Semoga bermanfaat.

Dianjurkan Banyak Berpuasa di Bulan Muharram
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendorong kita untuk banyak melakukan puasa pada bulan tersebut sebagaimana sabdanya,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[1]
An Nawawi -rahimahullah- menjelaskan, “Hadits ini merupakan penegasan bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram.”[2]
Lalu mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diketahui banyak berpuasa di bulan Sya’ban bukan malah bulan Muharram? Ada dua jawaban yang dikemukakan oleh An Nawawi.
Pertama: Mungkin saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baru mengetahui keutamaan banyak berpuasa di bulan Muharram di akhir hayat hidup beliau.
Kedua: Boleh jadi pula beliau memiliki udzur ketika berada di bulan Muharram (seperti bersafar atau sakit) sehingga tidak sempat menunaikan banyak puasa pada bulan Muharram.[3]
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Puasa yang paling utama di antara bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram, Rajab -pen) adalah puasa di bulan Muharram (syahrullah).”[4]
Sesuai penjelasan Ibnu Rajab, puasa sunnah (tathowwu’) ada dua macam:
  1. Puasa sunnah muthlaq. Sebaik-baik puasa sunnah muthlaq adalah puasa di bulan Muharram.
  2. Puasa sunnah sebelum dan sesudah yang mengiringi puasa wajib di bulan Ramadhan. Ini bukan dinamakan puasa sunnah muthlaq. Contoh puasa ini adalah puasa enam hari di bulan Syawal.[5]
Di antara sahabat yang gemar melakukan puasa pada bulan-bulan haram (termasuk bulan haram adalah Muharram) yaitu ‘Umar, Aisyah dan Abu Tholhah. Bahkan Ibnu ‘Umar dan Al Hasan Al Bashri gemar melakukan puasa pada setiap bulan haram.[6] Bulan haram adalah bulan Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram dan Rajab.

Puasa yang Utama di Bulan Muharram adalah Puasa ‘Asyura
Dari hari-hari yang sebulan itu, puasa yang paling ditekankan untuk dilakukan adalah puasa pada hari ’Asyura’ yaitu pada tanggal 10 Muharram[7]. Berpuasa pada hari tersebut akan menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.”[8]
An Nawawi -rahimahullah- mengatakan, “Para ulama sepakat, hukum melaksanakan puasa ‘Asyura untuk saat ini (setelah diwajibkannya puasa Ramadhan, -pen) adalah sunnah dan bukan wajib.”[9]

Sejarah Pelaksanaan Puasa ‘Asyura[10]
Tahapan pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa ‘Asyura di Makkah dan beliau tidak perintahkan yang lain untuk melakukannya.
Dari ’Aisyah -radhiyallahu ’anha-, beliau berkata,

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ

Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau melakukan puasa tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ’Asyura. (Lalu beliau mengatakan:) Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak berpuasa).”[11]
Tahapan kedua: Ketika tiba di Madinah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Ahlul Kitab melakukan puasa ‘Asyura dan memuliakan hari tersebut. Lalu beliau pun ikut berpuasa ketika itu. Kemudian ketika itu, beliau memerintahkan pada para sahabat untuk ikut berpuasa. Melakukan puasa ‘Asyura ketika itu semakin ditekankan perintahnya. Sampai-sampai para sahabat memerintah anak-anak kecil untuk turut berpuasa.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.

“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bertanya, ”Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, ”Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lantas berkata, ”Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.”. Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.”[12]
Apakah ini berarti Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam meniru-niru (tasyabbuh dengan) Yahudi?
An Nawawi –rahimahullah- menjelaskan, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa melakukan puasa ’Asyura di Makkah sebagaimana dilakukan pula oleh orang-orang Quraisy. Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tiba di Madinah dan menemukan orang Yahudi melakukan puasa ‘Asyura, lalu beliau shallallahu ’alaihi wa sallam pun ikut melakukannya. Namun beliau melakukan puasa ini berdasarkan wahyu, berita mutawatir (dari jalur yang sangat banyak), atau dari ijtihad beliau, dan bukan semata-mata berita salah seorang dari mereka (orang Yahudi). Wallahu a’lam.”[13]
Para ulama berselisih pendapat apakah puasa ‘Asyura sebelum diwajibkan puasa Ramadhan dihukumi wajib ataukah sunnah mu’akkad? Di sini ada dua pendapat:
Pendapat pertama: Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, pada masa tahapan kedua, puasa ‘Asyura dihukumi wajib. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Abu Bakr Al Atsrom.
Pendapat kedua: Pada masa tahapan kedua ini, puasa ‘Asyura dihukumi sunnah mu’akkad. Ini adalah pendapat Imam Asy Syafi’i dan kebanyakan dari ulama Hambali.[14]
Namun yang jelas setelah datang puasa Ramadhan, puasa ‘Asyura tidaklah diwajibkan lagi dan dinilai sunnah. Hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan oleh An Nawawi -rahimahullah-.[15]
Tahapan ketiga: Ketika diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan para sahabat untuk berpuasa ‘Asyura dan tidak terlalu menekankannya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan bahwa siapa yang ingin berpuasa, silakan dan siapa yang tidak ingin berpuasa, silakan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh ’Aisyah radhiyallahu ’anha dalam hadits yang telah lewat dan dikatakan pula oleh Ibnu ’Umar berikut ini. Ibnu ’Umar -radhiyallahu ’anhuma- mengatakan,

أَنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَامَهُ وَالْمُسْلِمُونَ قَبْلَ أَنْ يُفْتَرَضَ رَمَضَانُ فَلَمَّا افْتُرِضَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ عَاشُورَاءَ يَوْمٌ مِنْ أَيَّامِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.

Sesungguhnya orang-orang Jahiliyah biasa melakukan puasa pada hari ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun melakukan puasa tersebut sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, begitu pula kaum muslimin saat itu. Tatkala Ramadhan diwajibkan, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan: Sesungguhnya hari Asyura adalah hari di antara hari-hari Allah. Barangsiapa yang ingin berpuasa, silakan berpuasa. Barangsiapa meninggalkannya juga silakan.”[16]
Ibnu Rajab -rahimahullah- mengatakan, “Setiap hadits yang serupa dengan ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan lagi untuk melakukan puasa ‘Asyura setelah diwajibkannya puasa Ramadhan. Akan tetapi, beliau meninggalkan hal ini tanpa melarang jika ada yang masih tetap melaksanakannya. Jika puasa ‘Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dikatakan wajib, maka selanjutnya apakah jika hukum wajib di sini dihapus (dinaskh) akan beralih menjadi mustahab (disunnahkan)? Hal ini terdapat perselisihan di antara para ulama.
Begitu pula jika hukum puasa ‘Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan adalah sunnah muakkad, maka ada ulama yang mengatakan bahwa hukum puasa Asyura beralih menjadi sunnah saja tanpa muakkad (ditekankan). Oleh karenanya, Qois bin Sa’ad mengatakan, “Kami masih tetap melakukannya.[17]
Intinya, puasa ‘Asyura setelah diwajibkannya puasa Ramadhan masih tetap dianjurkan (disunnahkan).
Tahapan keempat: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad  di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa Asyura tidak bersendirian, namun diikutsertakan dengan puasa pada hari lainnya. Tujuannya adalah untuk menyelisihi puasa Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.

Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم

-.
Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.”[18]

Menambahkan Puasa 9 Muharram
Sebagaimana dijelaskan di atas (pada hadits Ibnu Abbas) bahwa di akhir umurnya, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bertekad untuk menambah puasa pada hari kesembilan Muharram untuk menyelisihi Ahlu Kitab. Namun beliau sudah keburu meninggal sehingga beliau belum sempat melakukan puasa pada hari itu.
Lalu bagaimana hukum menambahkan puasa pada hari kesembilan Muharram? Berikut kami sarikan penjelasan An Nawawi rahimahullah.
Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan.
Apa hikmah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menambah puasa pada hari kesembilan? An Nawawi rahimahullah melanjutkan penjelasannya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bepuasa pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan hari ’Asyura’ (tanggal 10 Muharram). Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam.[19]
Ibnu Rojab mengatakan, ”Di antara ulama yang menganjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram sekaligus adalah Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Adapun Imam Abu Hanifah menganggap makruh jika seseorang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja.”[20]
Intinya, kita lebih baik berpuasa dua hari sekaligus yaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Karena dalam melakukan puasa ‘Asyura ada dua tingkatan yaitu:
  1. Tingkatan yang lebih sempurna adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram sekaligus.
  2. Tingkatan di bawahnya adalah berpuasa pada 10 Muharram saja.[21]

Puasa 9, 10, dan 11 Muharram
Sebagian ulama berpendapat tentang dianjurkannya berpuasa pada hari ke-9, 10, dan 11 Muharram. Inilah yang dianggap sebagai tingkatan lain dalam melakukan puasa Asy Syura[22]. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً

Puasalah pada hari ’Asyura’ (10 Muharram, pen) dan selisilah Yahudi. Puasalah pada hari sebelumnya atau hari sesudahnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Khuzaimah, Ibnu ’Adiy, Al Baihaqiy, Al Bazzar, Ath Thohawiy dan Al Hamidiy, namun sanadnya dho’if (lemah). Di dalam sanad tersebut terdapat Ibnu Abi Laila -yang nama aslinya Muhammad bin Abdur Rahman-, hafalannya dinilai jelek. Juga terdapat Daud bin ’Ali. Dia tidak dikatakan tsiqoh kecuali oleh Ibnu Hibban. Beliau berkata, ”Daud kadang yukhti’ (keliru).” Adz Dzahabiy mengatakan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah (dalil).
Namun, terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Rozaq, Ath Thohawiy dalam Ma’anil Atsar, dan juga Al Baihaqi, dari jalan Ibnu Juraij dari ’Atho’ dari Ibnu Abbas. Beliau radhiyallahu ’anhuma berkata,

خَالِفُوْا اليَهُوْدَ وَصُوْمُوْا التَّاسِعَ وَالعَاشِرَ

Selisilah Yahudi. Puasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh Muharram.” Sanad hadits ini adalah shohih, namun diriwayatkan secara mauquf (hanya dinilai sebagai perkataan sahabat). [23]
Catatan: Jika ragu dalam penentuan awal Muharram, maka boleh ditambahkan dengan berpuasa pada tanggal 11 Muharram.
Imam Ahmad -rahimahullah- mengatakan, ”Jika ragu mengenai penentuan awal  Muharram, maka boleh berpuasa pada tiga hari (hari 9, 10, dan 11 Muharram, pen) untuk kehati-hatian.[24]

Sebagai Motivasi
Semoga kita terdorong untuk melakukan puasa Asyura. Cukup ayat ini sebagai renungan. Allah Ta’ala berfirman,

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

“(Kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu".” (QS. Al Haqqah: 24)
Mujahid dan selainnya mengatakan, ”Ayat ini turun pada orang yang berpuasa. Barangsiapa meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Allah, maka Allah akan memberi ganti dengan makanan dan minuman yang lebih baik, serta akan mendapat ganti dengan pasangan di akhirat yang kekal (tidak mati).”[25] Inilah balasan untuk orang yang gemar berpuasa.

Semoga Allah memudahkan kita untuk melakukan amalan puasa ini. Hanya Allah yang memberi taufik.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Keutamaan Puasa di Bulan Muharram

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam.“[1].

Hadits yang mulia ini menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan Muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya, setelah bulan Ramadhan[2].

Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:
- Puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharram adalah puasa ‘Aasyuura’ (puasa pada tanggal 10 Muharram), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya dan memerintahkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk melakukannya[3], dan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang keutamaannya beliau bersabda,

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

Puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu“[4].
- Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram digandengankan dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disampaikan kepada beliau bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashrani, maka beliau bersabda,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

Kalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram).” [5]
- Adapun hadits,

صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً

Berpuasalah pada hari ‘Aasyuura’ dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“[6], maka hadits ini lemah sanadnya dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dianjurkannya berpuasa pada tanggal 11 Muharram[7].
- Sebagian ulama ada yang berpendapat di-makruh-kannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi, tapi ulama lain membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya[8].
- Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram adalah karena pada hari itulah Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa álaihis salam dan umatnya, serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, maka Nabi  Musa ‘alaihis salam pun berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada-Nya, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu karena alasan ini, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ

Kita lebih berhak (untuk mengikuti) Nabi Musa ‘alaihis salam daripada mereka“[9]. Kemudian untuk menyelisihi perbuatan orang-orang Yahudi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram[10].
- Hadits ini juga menunjukkan bahwa shalat malam adalah shalat yang paling besar keutamaannya setelah shalat wajib yang lima waktu[11].
***
Penulis: Ustadz Abdullah Taslim Al Buthoni, M.A.
Artikel www.muslim.or.id

http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/keutamaan-puasa-di-bulan-muharram.html

Sabtu, 26 November 2011

Doa akhir tahun dan awal tahun baru Islam (Hijriyah)

Beberapa hari lagi kita akan memasuki tahun baru Islam, yaitu tahun 1433 Hijriyah. Meskipun banyak dari sebagian kita umat Islam yang memandang 'biasa-biasa saja' tahun baru Islam ini namun sesungguhnya saat pergantian tahun baru Islamlah saat yang paling tepat untuk memulai sebuah resolusi baru.
'Resolusi baru', seperti itulah ungkapan yang banyak diucapkan oleh sebagian saudara-saudara kita saat mereka merayakan pergantian tahun baru Masehi. Namun sebenarnya momen yang tepat untuk memulai resolusi baru adalah ketika pergantian tahun baru Islam. Mengapa?
Untuk menjawab pertanyaan di atas kita akan melihat sekilas jauh ke belakang tentang asal muasal dimulainya perhitungan tahun/kalendar Islam (hijriyah). Ketika itu khalifah Umar bin Khattab ra. setelah berunding dengan beberapa penasihatnya akhirnya memutuskan untuk menggunakan tahun dimana Rasulullah Saw. berhijrah dari Mekah ke Madinah sebagai awal permulaan perhitungan kalendar Islam. Momentum hijrah Rasulullah Saw. dianggap mewakili 'era baru', karena bukan halnya saat itu Rasulullah berhasil meloloskan diri dari kota Mekkah yang sudah tidak kondusif lagi bagi perkembangan dakwah beliau namun juga keputusannya untuk berhijrah ke Madinah membawa pelita terang bagi kebangkitan Islam sehingga beliau berhasil membangun pondasi mental dan spiritual bagi umat Islam yang terasa sampai sekarang ini.
Para shalihin mengajarkan kita untuk berdoa ketika menjelang pergantian tahun. Dan dibawah ini adalah doa akhir tahun dan awal tahun yang lafadznya cukup terkenal karena banyak terdapat di buku-buku doa.
Disunatkan membaca doa ini, baik sendirian atau berjamaah. Doa Akhir Tahun dibaca menjelang Maghrib, dan doa Awal Tahun dibaca setelah Maghrib tanggal 01 Muharrom (Syuro)

Doa Akhir Tahun
Bacalah doa ini tiga kali saat menjelang akhir tahun baru Islam, bisa dilakukan sesudah ashar atau sebelum maghrib pada tanggal 29 atau 30 Dzulhijah. Dengan doa ini kita memohon ketika kita akan mengakhiri perjalanan tahun yang akan ditinggalkan ini akan mendapatkan ampunan dari Allah Swt. atas perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh-Nya, dan apabila dalam tahun yang akan ditinggalkannya itu ada perbuatan-perbuatan yang diridhai oleh Allah Swt yang kita kerjakan, maka mohonlah agar amal shaleh tersebut diterima oleh Allah Swt.

وَصَلَّى الله ُعَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ ، اللَّهُمَّ مَا عَمِلْتُ فِيْ هَذِهِ السَّنَةِ مِمَّا نَهَيْتَنِيْ عَنْهُ فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَلَمْ تَرْضَهُ وَلَمْ تَنْسَهُ وَحَلُمْتَ عَلَيَّ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِيْ وَدَعَوْتَنِيْ إِلَى التَّوْبَةِ مِنْهُ بَعْدَ جُرْأَتِيْ عَلَى مَعْصِيَّتِكَ ، فَإِنِّيْ أَسْتَغْفِرُكَ فَاغْفِرْ لِيْ . وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَاهُ وَوَعَدْتَنِيْ عَلَيْهِ الثَّوَابَ ، فَأَسْئَلُكَ اللَّهُمَّ يَا كَرِيْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ أَنْ تَتَقَبَّلَهُ مِنِّيْ وَلاَ تَقْطَعْ رَجَائِيْ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Bismillaahir-rahmaanir-rahiim
Wa shallallaahu 'ala sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihii wa sallam.
Allaahumma maa 'amiltu fi haadzihis-sanati mimmaa nahaitani 'anhu falam atub minhu wa lam tardhahu wa lam tansahu wa halamta 'alayya ba'da qudratika 'alaa uquubati wa da'autani ilattaubati minhu ba'da jur'ati alaa ma'siyatika fa inni astaghfiruka fagfirlii wa maa 'amiltu fiihaa mimma tardhaahu wa wa'adtani 'alaihits-tsawaaba fas'alukallahumma yaa kariimu yaa dzal-jalaali wal ikram an tataqabbalahuu minni wa laa taqtha' rajaai minka yaa karim, wa sallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin Nabiyyil ummiyyi wa 'alaa 'aalihii wa sahbihii wa sallam
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW,beserta para keluarga dan sahabatnya. Ya Allah, segala yang telah ku kerjakan selama tahun ini dari apa yang menjadi larangan-Mu, sedang kami belum bertaubat, padahal Engkau tidak melupakannya dan Engkau bersabar (dengan kasih sayang-Mu), yang sesungguhnya Engkau berkuasa memberikan siksa untuk saya, dan Engkau telah mengajak saya untuk bertaubat sesudah melakukan maksiat. Karena itu ya Allah, saya mohon ampunan-Mu dan berilah ampunan kepada saya dengan kemurahan-Mu.
Segala apa yang telah saya kerjakan, selama tahun ini, berupa amal perbuatan yang Engkau ridhai dan Engkau janjikan akan membalasnya dengan pahala, saya mohon kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan, semoga berkenan menerima amal kami dan semoga Engkau tidak memutuskan harapan kami kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah.
Dan semoga Allah memberikan rahmat dan kesejahteraan atas penghulu kami Muhammad, Nabi yang Ummi dan ke atas keluarga dan sahabatnya.

Doa Awal Tahun
Bacalah doa ini tiga kali saat kita memasuki tanggal 1 Muharam. Bisa dilakukan selepas maghrib atau pun sesudahnya. Dengan doa ini kita sebagai Mu'min memohon kepada Allah Swt. agar dalam memasuki tahun baru ini kita dapat meningkatkan amal kebajikan dan ketaqwaan.
وَصَلَّى الله ُعَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ ، اللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَبَدِيُّ الْقَدِيْمُ اْلأَوَّلُ، وَعَلَى فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ وَجُوْدِكَ الْمُعَوَّلِ، وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ نَسْئَلُكَ الْعِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَآئِهِ وَجُنُوْدِهِ، وَالْعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ اْلأَمَّـارَةُ بِالسُّوْءِ وَاْلإِسْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَ اْلإِكْرَامِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى الله ُعَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصَحْابِهِ وَسَلَّمَ. آمين

Bismillaahir-rahmaanir-rahiim
Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa 'aalihi wa shahbihii wa sallam.
Allaahumma antal-abadiyyul-qadiimul-awwalu, wa 'alaa fadhlikal-'azhimi wujuudikal-mu'awwali, wa haadza 'aamun jadidun qad aqbala ilaina nas'alukal 'ishmata fiihi minasy-syaithaani wa auliyaa'ihi wa junuudihi wal'auna 'alaa haadzihin-nafsil-ammaarati bis-suu'i wal-isytighaala bimaa yuqarribuni
ilaika zulfa yaa dzal-jalaali wal-ikram yaa arhamar-raahimin, wa sallallaahu 'alaa sayyidina Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa 'aalihi wa shahbihii wa sallam
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Ya Allah Engkaulah Yang Abadi, Dahulu, lagi Awal. Dan hanya kepada anugerah-Mu yang Agung dan Kedermawanan-Mu tempat bergantung.
Dan ini tahun baru benar-benar telah datang. Kami memohon kepada-Mu perlindungan dalam tahun ini dari (godaan) setan, kekasih-kekasihnya dan bala tentaranya. Dan kami memohon pertolongan untuk mengalahkan hawa nafsu amarah yang mengajak pada kejahatan,agar kami sibuk melakukan amal yang dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, Nabi yang ummi dan ke atas para keluarga dan sahabatnya.

Semoga bermanfaat.
Dikutip dari : http://www.jafarsoddik.com/doa/12/Doa-akhir-tahun-dan-awal-tahun-baru-Islam-Hijriyah

Jumat, 11 November 2011

Keajaiban Angka 11 dalam Al-Qur'an

      Mungkin sebagian orang bisa dibuat terperangan tentang keajaiban apa yang ditimbulkan oleh angka 11 (sebelas). Semoga apa yang diungkap atas keajaiban ini semakin mempertebal keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt.
Seorang penulis, Rosman Lubis mengemukakan beberapa penemuannya menyangkut angka 11 dalam buku Keajaiban Angka 11 dalam Al-Qur'an.
Angka kunci (11) dalam Al-Qur'an adalah berawal dari asma Allah sendiri. Kata Allah terdiri dari empat huruf, yaitu satu alif, dua lam dan satu ha.
Nomor urut huruf hijaiyah alif yaitu 1, lam 23, dan ha 27. Jadi, jika keempat huruf  tersebut dijumlahkan (1+23+23+27) menghasilkan angka 74. Hasil ini jika dipisah menjadi:7+4=11.
Coba anda simak lagi, pada dua surat terakhir dalam Al-Qur'an yang juga menunjukkan angka  11. Pada surat Al-Falaq dan An Naas terdiri dari 5 dan 6 ayat, yang jika keduanya dijumlahkan mendapatkan angka 11.
Huruf pertama dari ayat pertama dalam Al-Qur'an adalah ba (nomor abjad 2) dan huruf terakhir dari ayat terakhirnya adalah sin (nomor abjad 12). Jumlah angka dari 2 sampai 12 adalah 11, yaitu 2,3, ..., 12. Untuk surat Muhammad yang berada pada nomor surat 47 (4+7=11), mengandung unsur 11 pula karena jumlah ayatnya adalah 38 (3+8=11).
Fakta lain yang terungkap sebagai mukjizat Al-Qur'an adalah adanya 26 surat-surat Al Qur'an, yang baik jumlah ayat, kelipatan jumlah ayatnya, maupun digit dari jumlah ayat yang dijumlahkan semuanya mengandung angka 11.
Penjumlahan dari ke-26 nomor surat ini pun mendapatkan angka 1244, yang bila dipisah untuk dijumlahkan menjadi 1+2+4+4=11. Keajaiban angka 11 dalam surat Yaa Sin juga menimbulkan sesuatu yang mencengangkan.
Surat ini terdiri dari 83 ayat (8+3=11). Kemudian nama Allah dalam surat ini ditemukan pada ayat yang menyiratkan angka 11, yakni pada ayat ke-47 dan ayat ke-74.
Juga pada surat Al-Qiyamah ayat 4, Allah Swt menjelaskan secara rinci, yaitu akan menyusun kembali jari jemari manusia yang terdiri dari 33 bagian itu dengan sempurna (33=11x3). Ke-33 bagian ini merupakan bagian utama dari 11 jenis tulang dan 22 jenis daging.
Pembukaan dalam surat-surat Al-Qur'an, jenisnya pun sebanyak 11 macam, yaitu dengan kata Bismi (dengan nama), huruf potong (muqaththa'ah), kata seru Yaa, kata pujian (alhamdulillah, Subhana, dan yang lainnya), kalimat berita, huruf sumpah waw, kata syarat idza, kata perintah Qul, Iqra, kata tanya, kata kutukan, dan kata karena.
Keajaiban nomor ini terungkap pula pada surat Al-Qadar. Perincian jumlah huruf tiap ayat dari lima ayat surat ini adalah 20,18,20,36,17 yang dijumlahkan = 111.
Komponen penjumlahan huruf tiap ayat ini pun 2+0+1+8+2+0+3+6+1+7+1+1+1=33 (11x3).
Terlihat pula bahwa ayat-ayat dengan jumlah huruf 11 paling banyak berada pada surat nomor 74. Seperti diketahui pada awal tulisan ini, angka 74 adalah jumlah nomor abjad dari nama Allah.
Kalimat Asmaul Husna sendiri terdiri dari 11 huruf dan nomor-nomor surat dimana kalimat ini merupakan rangkaian angka yang amat padu dalam kelipatan 11. Kalimat ini sendiri ditemukan dalam 4 ayat dengan 4 surat yang berbeda, yaitu 7, 17, 20, 59 dijumlahkan menjadi 103.
Jika kelima komponen angka ini digabungkan menjadi 7.172.059.103, yang mana angka ini bisa dibagi habis dengan 11 (11x652.005.373). Begitu juga nomor ayat-ayatnya, yaitu 180,110,8,24 dijumlahkan menjadi 322. Komponen gabungan angka-angka ini adalah 180.110.824.322 yang habis pula dibagi 11 (11x16.373.711.302).
Penempatan nama-nama Allah dalam Al-Qur'an ternyata juga ditata berdasarkan angka kunci 11.
Dari perhitungan yang sangat teliti terbukti bahwa jumlah nama Allah secara keseluruhan adalah 2816 (11x256). dan masih banyak lagi keajaiban angka 11 yang ditulis dalam buku ini ketika dipakai untuk menelaah kitab suci Al-Qur'an.
Keteraturan luar biasa dengan angka kunci 11 sebagai acuan ditemukan pula pada penempatan nama-nama Allah dalam surat-surat bernomor kelipatan 11 dan surat-surat dengan jumlah ayat kelipatan 11. Jumlah nama Allah (di luar Basmalah) pada kelompok surat-surat ini adalah tepat habis dibagi angka 11, yaitu 946 (11x86).
Khusus pada surat-surat dengan nama benda-benda langit tunggal, Allah Swt menempatkan nama-Nya sesuai dengan angka kunci 11. Surat-surat tersebut terdiri dari tiga, yaitu An-Najm (bintang), Al-Qamar (bulan), dan Asy-Syams (matahari). Dari ketiga surat ini didapat jumlah nomor surat 198 (11x18), jumlah ayat 132 (11x12), dan jumlah nama Allah 11 (11x1).
Sedangkan dari 114 surat Al-Qur'an hanya tiga surat sekaligus yang memiliki unsur 11 pada nomor surat dan jumlah ayatnya. Pertama, surat Shad nomor surat 38 (3+8=11) dan jumlah ayat 88 (11x8).
Kedua, surat Muhammad nomor surat 47 (4+7=11) dan jumlah ayat 38 (3+8=11). Dan, ketiga, Surat Al-Muddatsir nomor surat 74 (7+4=11) dan jumlah ayat 56 (5+6=11). Jumlah nama Allah yang berada pada ketiga surat tersebut dengan perincian masing-masing  sebagai berikut 3, 27, 3 dengan jumlah 33 (11x3).
Jumlah nomor-nomor ayat Al-Qur'an dimana nama Allah berada adalah 118.470 atau 11x10.770. Cara penghitungannya adalah dengan menjumlahkan seluruh nomor ayat yang memuat nama Allah dalam tiap surat.
Pada Surat Al-Fatihah, misalnya, nomor-nomor ayat yang memuat nama Allah hanya pada ayat 1 dan 2 sehingga jika dijumlahkan nomor ayatnya adalah 3. Begitu seterusnya hingga berakhir pada surat nomor 112.
Surat-surat yang tidak memuat nama Allah juga ditata dengan teratur dalam angka 11. Surat-surat ini berjumlah 29 (2+9=11).
Betapa konsistennya dengan angka 11 dalam sistem hitung dapat pula dilihat pada penempatan nama-nama Allah dalam surat pertama (Al-Fatihah) sampai surat 11 (Huud).
Jumlah nama Allah pada 11 surat pertama adalah 1386 (11x126). Anda boleh memikirkan hal ini.
Adanya keselarasan pada pembilangan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang mengarah pada angka 11 itu bukanlah hal yang kebetulan. Hal ini sebagai bukti bahwa keberadaan Al-Qur'an benar-benar merupakan wahyu Ilahi.
Anggapan sebagian kaum yang menentang Islam dengan mengatakan Al-Qur'an merupakan rekayasa Muhammad semakin jauh dari kenyataannya.
Sangat mustahil jika Muhammad Saw yang notabene sebagai manusia biasa dapat mengarang paduan kitab suci yang indah dan memberi makna serta menempatkan asma ilahian secara sistematis.
Kejelian Rosman Lubis di dalam menjabarkan deretan angka sebelas pada beberapa ayat Al-Qur'an patut diacungi jempol. Dia tidak hanya melihat mukjizat Al-Qur'an dari tafsir yang sering disampaikan para ulama, lebih dalam lagi keberaaan ayat-ayat itu yang melambangkan bahwa didalamnya terkandung kebesaran Allah.
dikutip : http://zuviest.wordpress.com

Minggu, 06 November 2011

Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah


             Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah saw beserta keluarga dan segenap sahabatnya serta seluruh kaum Muslimin yg mengikutinya. Amma ba’du. Wahai kaum Muslimin rahimakumullah!Diriwayatkan oleh Imam Bukhari Rahimahullah dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lbh dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini yaitu Sepuluh hari dari bulan Dzul Hijjah. Mereka bertanya Ya Rasulullah tidak juga jihad fi sabilillah? Beliau menjawab Tidak juga jihad fi sabilillah kecuali orang yg keluar dgn jiwa dan hartanya kemudian tidak kembali dgn sesuatu apapun.” Imam Ahmad Rahimahullah meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Tidak ada hari yg paling agung dan amat dicintai Allah utk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil takbir dan tahmid.” Macam-Macam Amalan yg Disyariatkan
Melaksanakan Ibadah Haji dan Umrah Amal ini adl amal yg paling utama berdasarkan berbagai hadits shahih yg menunjukkan keutamaannya antara lain sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “Dari umrah ke umrah adl tebusan di antara keduanya dan haji yg mabrur balasannya tiada lain adl Surga.”
Berpuasa selama hari-hari tersebut atau pada sebagiannya terutama pada hari Arafah. Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adl jenis amalan yg paling utama dan yg dipilih Allah utk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi “Puasa ini adl untuk-Ku dan Aku lah yg akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat makanan dan minumannya semata-mata krn Aku”.
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dgn puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun.” . Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah Rahimahullah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Berpuasa pada hari Arafah krn mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”.
Takbir dan Dzikir pada Hari-Hari Tersebut Sebagaimana firman Allah Ta’ala “.. dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yg telah ditentukan ..”. . Para ahli tafsir menafsirkannya dgn sepuluh hari dari bulan Dzul Hijjah. Karena itu para ulama menganjurkan utk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma “Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil takbir dan tahmid”. . Imam Bukhari Rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhum keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq Rahimahullah meriwayatkan dari fuqaha’ tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan “Allahu Akbar Allahu Akbar Laa Ilaha Ilallah wa-Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu” Artinya “Allah Maha Besar Allah Maha Besar Tidak ada Ilah Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar Allah Maha Besar segala puji hanya bagi Allah”. Dianjurkan utk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar rumah jalan masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah “Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yg diberikan kepadamu ..”. Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama yaitu dgn berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dgn satu suara . Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adl masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir dan do’a kecuali krn tidak mengerti sehingga ia harus belajar dgn mengikuti orang lain. Dan diperbolehkan berdzikir dgn yg mudah-mudah. Seperti takbir tasbih dan do’a-do’a lainnya yg disyariatkan.
Taubat serta Meninggalkan Segala Maksiat dan Dosa Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Maksiat adl penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah dan keta’atan adl penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya. Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Allah itu cemburu dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yg diharamkan Allah terhadapnya” .
Banyak Beramal Shalih Berupa ibadah sunat seperti shalat sedekah jihad membaca Al-Qur’an amar ma’ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipatgandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yg tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lbh utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yg utama sekalipun jihad yg merupakan amal ibadah yg amat utama kecuali jihad orang yg tidak kembali dgn harta dan jiwanya.
Disyariatkan pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq Yaitu pada tiap saat siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula takbir muqayyad yaitu yg dilakukan tiap selesai shalat fardhu yg dilaksanakan dgn berjama’ah; bagi selain jama’ah haji dimulai dari sejak Zhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.
Berkurban pada Hari Raya Qurban dan Hari-Hari Tasyriq Hal ini adl sunnah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam yakni ketika Allah Ta’ala menebus putranya dgn sembelihan yg agung. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Berkurban dgn menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yg menyembelihnya dgn menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu”. .
Dilarang Mencabut atau Memotong Rambut dan Kuku bagi Orang yg Hendak Berkurban Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya dari Ummu Salamah Radhiyallhu ‘Anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban maka hendaklah ia menahan diri dari rambut dan kukunya”.
Dalam riwayat lain “Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban”. Hal ini mungkin utk menyerupai orang yg menunaikan ibadah haji yg menuntun hewan kurbannya. Firman Allah ” … dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan..” Larangan ini menurut zhahirnya hanya dikhususkan bagi orang yg berkurban saja tidak termasuk istri dan anak-anaknya kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya meskipun terdapat beberapa rambutnya yg rontok.
Melaksanakan Shalat Idul Adha dan mendengarkan Khutbahnya Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adl hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti; nyanyi-nyanyian main judi mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yg dilakukan selama sepuluh hari.
Selain Hal-Hal yg Telah Disebutkan di Atas Hendaknya tiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dgn melakukan ketaatan dzikir dan syukur kepada Allah melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.
sumber file al_islam.chm

http://blog.re.or.id/keutamaan-10-hari-pertama-bulan-dzulhijjah.htm

Seputar Ibadah Qurban

     Qurban dalam bahasa Arab artinya dekat, ibadah qurban artinya  menyembelih hewan sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah.  Ibadah qurban disebut juga "udzhiyah" artinya hewan yang disembelih  sebagai qurban. Ibadah qurban disinggung oleh al-Qur'an surah  al-Kauthar "Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan menyembelihlah".
     Keutamaan  qurban dijelaskan oleh sebuah hadist A'isyah, Rasulullah s.a.w.  bersabda "Sabaik-baik amal bani adam bagi Allah di hari iedul adha  adalah menyembelih qurban. Di hari kiamat hewan-hewan qurban tersebut  menyertai bani adam dengan tanduk-tanduknya, tulang-tulang dan bulunya,  darah hewan tersebut diterima oleh Allah sebelum menetes ke bumi dan  akan membersihkan mereka yang melakukannya" (H.R. Tirmizi, Ibnu Majah).  Dalam riwayat Anas bin Malik, Rasulullah menyembelih dua ekor domba  putih bertanduk, beliau meletakkan kakinya di dekat leher hewan  tersebut lalu membaca basmalah dan bertakbir dan menyembelihnya" (H.R.  Tirmizi dll).
     Hukum ibadah qurban, Mazhab Hanafi mengatakan  wajib dengan dalil hadist Abu Haurairah yang menyebutkan Rasulullah  s.a.w. bersabda "Barangsiapa mempunyai kelonggaran (harta), namun ia  tidak melaksanakan qurban, maka jangan lah ia mendekati masjidku" (H.R.  Ahmad, Ibnu Majah). Ini menunjukkan seuatu perintah yang sangat kuat  sehingga lebih tepat untuk dikatakan wajib.
Mayoritas ulama  mengatakan hukum qurban sunnah dan dilakukan setiap tahun bagi yang  mampu. Mazhab syafi'i mengatakan qurban hukumnya sunnah 'ain (menjadi  tanggungan individu) bagi setiap individu sekali dalam seumur dan  sunnah kifayah bagi sebuah keluarga besar, menjadi tanggungan seluruh  anggota keluarga, namun kesunnahan tersebut terpenuhi bila salah satu  anggota keluarga telah melaksanakannya. Dalil yang melandasi pendapat  ini adalah riwayat Umi Salamh, Rasulullah s.a.w. bersabda "Bila kalian  melihat hilal dzul hijjah dan kalian menginginkan menjalankan ibadah  qurban, maka janganlah memotong bulu dan kuku hewan yang hendak  disembelih" (H.R. Muslim dll), hadist ini mengaitkan ibadah qurban  dengan keinginan yang artinya bukan kewajiban. Dalam riwayat Ibnu ABbas  Rasulullah s.a.w. mengatakan "Tiga perkara bagiku wajib, namun bagi  kalian sunnah, yaitu shalat witir, menyembelih qurban dan shalat iedul  adha" (H.R. Ahmad dan Hakim).
     Qurban disunnahkan kepada yang  mampu. Ukuran kemampuan tidak berdasarkan kepada nisab, namun kepada  kebutuhan per individu, yaitu apabila seseorang setelah memenuhi  kebutuhan sehari-harinya masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk  membeli hewan qurban, khususnya di hari raya iedul adha dan tiga hari  tasyriq.
Dalam beribadah qurban harus disertai niyat berqurban  untuk Allah atas nama dirinya. Berqurban atas nama orang lain menurut  mazhab Syafi'i mengatakan tidak sah tanpa seizin orang tersebut,  demikian atas nama orang yang telah meninggal tidak sah bila tanpa  dasar wasiat. Ulama Maliki mengatakan makruh berqurban atas nama orang  lain. Ulama Hanafi dan Hanbali mengatakan sah saja berqurban untuk  orang lain yang telah meninggal dan pahalanya dikirimkan kepada  almarhum.
     Dalam menyembelih qurban disunnahkan membaca  bismillah, membaca sholawat untuk Rasulullah, menghadapkan hewan ke  arah kiblat waktu menyembelih, membaca takbir sebelum basmalah dan  sesudahnya sarta berdoa " Ya Allah qurban ini dariMu dan untukMu".
Wallohu 'alam bissawab
-------
sumber pesantren-online
http://www.dudung.net/artikel-islami/seputar-ibadah-qurban.html