Perjalanan hidup manusia selalu berujung pada takdir-Nya. Takdir yang
terkadang penuh cobaan. Demikian pula dengan cerita ini yang
menceritakan tentang perjalanan hidup seorang anak manusia yang meniti
jalan hidupnya dengan penuh rasa amarah dan penyesalan hingga akhirnya
menemukan kedamaian di dalam rumah cinta-Nya.
Wajja hidup merantau ke Jakarta setelah diusir oleh ayahnya, Pak
Chaerul. Di Jakarta Wajja hidup sebagai preman pasar bersama dengan
temannya Da’a dan kelompoknya yang menguasai pasar di dekat lingkungan
tempat mereka tinggal.
Sebagai preman, hidup Wajja penuh dengan kekerasan, terutama
menghadapi kelompok preman lain yang ingin merebut daerah kekuasaan
kelompoknya. Suatu hari Wajja berkenalan dengan Atti, anak pemilik
warung yang ditolongnya dari gangguan preman.
Atti yang masih SMU ternyata jatuh hati pada Wajja dan dengan
berbagai alasan Atti mencoba mendapatkan perhatian dari Wajja. Dari
minta diajarkan bahasa inggris hingga minta di periksa ulangannya.
Sementara itu para preman yang dihajar Wajja tidak menerima kekalahan
mereka dan mencoba membalas. Para preman tidak berhasil menemukan Wajja
hingga Gawor, salah seorang anak buah Wajja jadi korban. Di saat kritis
Wajja dan Da’a datang dan membuat para preman penyerang tunggang
langgang.
Di saat Wajja mengantar Gawor ke rumah sakit, Kandar, seorang teman
masa lalu Wajja melihatnya. Kandar berusaha membuntuti Wajja namun
kehilangan jejak.
Kandar sebenarnya sudah lama mencari Wajja karena permintaan Kani,
wanita yang selama ini masih berada di hati Wajja. Kani sebenarnya
adalah mantan kekasih Majja, saudara kembar Wajja.
Suatu malam Wajja menolong Da’a dan kelompoknya yang di jebak oleh
kelompok preman lain yang ingin menguasai daerah kekuasaan mereka.
Anak-anak memuji Wajja karena keahliannya berkelahi. Hingga membuat Da’a
menjadi iri dan mulai membenci Wajja karena memintanya berhenti menjadi
tukang pukul karena hal itu akan menyeret anak buahnya menjadi
kriminal.
Kebencian Da’a makin menjadi-jadi karena hasutan Samsul, salah
seorang anak buahnya. Samsul tetap ingin Da’a menjadi tukang pukul
karena penghasilan mereka lebih besar dibanding hanya sekedar menjadi
preman pasar. Da’a akhirnya berduel dengan Wajja untuk memperebutkan
pengaruh di kelompok mereka. Dalam duel Wajja berhasil mengalahkan Da’a.
Di lain pihak, Kandar akhirnya berhasil menemukan Wajja. Kandar
meminta Wajja untuk kembali ke rumahnya namun Wajja menolak. Wajja
beralasan bahwa ayahnya sudah mengusirnya. Kandar menyerah dan meminta
Kani untuk ke Jakarta dan membujuk Wajja.
Wajja mulai jenuh dengan kehidupan yang dijalaninya sebagai preman.
Terlebih ketika Wajja bertemu dengan Pak Tua, seorang penjual abu gosok
yang pernah ditolongnya dari gangguan Gawor. Wajja sangat tersentuh
dengan Pak Tua yang kehidupannya sangat sederhana namun bahagia karena
selalu bersandar pada Allah.
Wajja mulai terkenang masa lalunya yang kelam. Tentang Majja yang
dicemburuinya karena mendapatkan hati Kani. Rasa cemburu pula yang
menyebabkan Wajja menantang Majja untuk memanjat tebing hingga akhirnya
Majja meninggal karena kecelakaan, terjatuh dari tebing. Kematian Majja
membuat ayahnya, Pak Chaerul marah dan menyalahkan Wajja hingga
mengusirnya dari rumah.
Wajja mulai mencoba mengubah hidupnya. Mencoba mencari penghasilan
yang halal. Atti merasa senang dengan perubahan hidup Wajja. Atti bahkan
membelikan Wajja selembar sajadah. Namun rasa senang Atti berubah
ketika cintanya ditolak Wajja.(indosiar.com/4nd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar